Diterjemahkan oleh Han
Farhani dari Bahasa Inggris terjemahan Arthur Goldhammer
Pada
tanggal 16 Agustus 2012, polisi Afrika Selatan turut campur dalam konflik buruh
antara para pekerja di tambang platinum Marikana di dekat Johannesburg dan
pemilik tambang: para pemegang saham Lonmin, Inc., yang berbasis di London.
Polisi menembaki para pendemo dengan amunisi hidup. 34 penambang tewas. Seperti
yang sering terjadi pada aksi pemogokan semacam ini, konflik terutama terkait
dengan upah: para penambang meminta upah mereka dinaikkan dari 500 menjadi 1.000
euro per bulan. Setelah memakan korban jiwa yang tragis, perusahaan akhirnya
mengajukan kenaikan per bulan sebesar 75 euro.
Episode
ini mengingatkan kita, jika memang perlu, pertanyaan atas bagian mana dari
keluaran yang harus menjadi upah dan bagian mana yang menjadi keuntungan –
dengan kata lain, bagaimana seharusnya pendapatan dari hasil produksi dibagi
kepada buruh dan modal? – selalu menjadi pokok dari konflik distribusi. Dalam
masyarakat tradisional, dasar dari kesenjangan sosial dan penyebab yang paling
umum dari pemberontakan adalah konflik kepentingan antara tuan tanah dan
petani, antara yang memiliki tanah dan yang mengolahnya dengan tenaga, yang
menerima sewa tanah dan yang membayarnya. Revolusi Industri mempertajam konflik
antara modal dan buruh, mungkin karena produksi menjadi lebih padat modal
daripada sebelumnya (membuat penggunaan mesin dan eksploitasi sumber daya alam
lebih banyak daripada sebelumnya) dan mungkin, juga, karena harapan untuk
distribusi pendapatan yang lebih merata dan tatanan sosial yang lebih
demokratis telah berkembang pesat. Saya akan kembali kepada poin ini.
Tragedi
Marikana mengingatkan kembali pada contoh-contoh kekerasan sebelumnya. Di
Haymarket Square di Chicago pada tanggal 1 Mei 1886 dan kemudian di Fourmies,
di utara Prancis, pada tanggal 1 Mei 1891, polisi menembaki para pekerja yang
melakukan aksi pemogokan untuk kenaikan upah. Apakah bentrok kekerasan antara
buruh dan modal semacam ini merupakan bagian dari masa lalu, atau akankah ini
menjadi bagian integral dalam sejarah abad 21?
Dua
bagian pertama dalam buku ini akan fokus pada pembagian atas pendapatan global
yang dibagi ke buruh dan modal dan bagaimana pembagian tersebut berubah sejak
abad 18. Untuk sementara saya akan mengesampingkan isu kesenjangan pendapatan
antara para pekerja (sebagai contoh, antara pekerja biasa, teknisi, dan manajer
pabrik) dan antara para pemodal (sebagai contoh, antara para pemegang saham
atau tuan tanah kecil, sedang, dan besar) sampai Bagian Tiga. Jelasnya,
masing-masing dari dua dimensi distribusi kekayaan – distribusi “factorial” di mana buruh dan modal
diperlakukan sebagai “faktor produksi”, dipandang secara abstrak sebagai
entitas homogen, dan distribusi “individual”, yang memperhitungkan kesenjangan
pendapatan dari buruh dan modal pada level individu – dalam praktiknya, pada
dasarnya merupakan hal yang penting. Tidak mungkin untuk mencapai pemahaman
atas permasalahan distribusi tanpa menganalisis keduanya.
Bagaimanapun,
para penambang Marikana yang mogok tidak hanya menentang apa yang diambil
sebagai keuntungan Lonmin yang berlebihan tetapi juga menentang gaji yang
diberikan kepada manajer tambang ternyata sangat besar dibandingkan dengan
kompensasi mereka. Tentu saja, jika kepemilikan modal didistribusikan secara
merata dan setiap pekerja menerima bagian yang sama atas keuntungan sebagai
tambahan atas upahnya, sebenarnya tidak ada yang akan tertarik pada pembagian
laba antara keuntungan dan upah. Jika pembagian modal-buruh menimbulkan begitu
banyak konflik, itu adalah terutama karena pemusatan ekstrim atas kepemilikan
modal. Kesenjangan kekayaan – dan akibat pendapatan dari modal – pada faktanya
salalu lebih besar daripada kesenjangan pendapatan dari buruh. Saya akan
menganalisis fenomena ini dan penyebabnya pada Bagian Tiga. Untuk sekarang,
saya akan membahas kesenjangan pendapatan dari buruh dan modal kemudian fokus
pada pembagian global atas pendapatan nasional antara modal dan buruh.
Jelasnya,
tujuan saya bukan untuk membela kasus para pekerja melawan para pemilik tetapi
untuk memperjelas sejelas mungkin pandangan realita. Secara simbolik,
kesenjangan modal dan buruh adalah isu yang menimbulkan emosi yang kuat. Ini
berbenturan dengan gagasan yang dipegang secara luas, dan sangat sulit
dipercaya jika ini terkadang mengarah kepada kekerasan fisik. Bagi mereka yang
tidak memiliki apa-apa selain tenaga mereka dan yang seringkali hidup sederhana
(untuk tidak mengatakan kondisi yang buruk pada kasus para petani abad 18 atau
para penambang Marikana), sangat sulit untuk menerima bahwa pemilik modal –
beberapa yang diwarisi setidaknya bagian dari kekayaan mereka – dapat begitu
banyak dari kekayaan yang diproduksi oleh tenaga mereka. Pembagian modal bisa
cukup besar: seringkali sebesar seperempat dari total keluaran dan kadang-kadang
setengah dari sektor padat modal seperti tambang, atau bahkan lebih di mana
monopoli lokal memperbolehkan pemilik modal untuk meminta bahkan bagian yang
lebih besar.
Tentu
saja, siapapun juga dapat memahami bahwa jika seluruh laba perusahaan dari
keluarannya digunakan untuk membayar upah dan tidak mengambil keuntungan,
mungkin akan menjadi sulit untuk menarik modal yang dibutuhkan untuk investasi
keuangan baru, setidaknya seperti pengorganisasian ekonomi kita saat ini (sudah
pasti, dapat dibayangkan bentuk organisasi lainnya). Selanjutnya, tidak perlu
menyangkal remunerasi bagi yang memilih untuk menabung lebih dari yang lain – dengan
asumsi, tentu saja, perbedaan tabungan merupakan alasan penting atas
kesenjangan kekayaan. Mengingat, juga, bahwa porsi atas apa yang disebut
“pendapatan modal” bisa jadi remunerasi untuk buruh “kewirausahaan”, dan
seharusnya tidak diragukan bahwa ini diperlakukan seperti kita memperlakukan
bentuk lain dari buruh. Argumen klasik ini patut untuk dicermati. Dengan
memperhitungkan semua elemen ini, bagaimanakah batas yang “benar” antara modal
dan buruh? Dapatkah kita meyakini bahwa ekonomi yang berbasis pada “pasar
bebas” dan kekayaan pribadi selalu dan di mana pun mengarah pada pembagian yang
optimal, seperti sulap? Pada masyarakat ideal, bagaimana pembagian antara modal
dan buruh akan diatur? Bagaimana seharusnya berpikir tentang masalah ini?
Batas Modal-Buruh dalam Jangka Panjang: Tidak Begitu Stabil
Jika
studi ini membuat sedikit kemajuan atas pertanyaan-pertanyaan di atas dan
setidaknya mengklarifikasi perdebatan yang tampaknya tidak ada habisnya, akan
sangat berguna jika memulainya dengan mempertimbangkan beberapa fakta sebisa
mungkin dengan akurat dan hati-hati. Apa yang benar-benar kita ketahui tentang
evolusi dari batas modal-buruh sejak abad 18? Untuk waktu yang lama, gagasan yang
diterima oleh para ekonom dan yang diulang-ulang di buku teks tanpa dikritisi
adalah pembagian relatif atas buruh dan modal pada pendapatan nasional yang
cukup stabil dalam jangka panjang, dengan gambaran yang diterima secara umum
sebesar dua pertiga untuk buruh dan sepertiga untuk modal. Saat ini, dengan perspektif
sejarah yang lebih luas dan ketersediaan data baru, jelas bahwa kenyataannya
sedikit lebih kompleks.
Untuk
suatu alasam, batas modal-buruh secara luas bervariasi pada abad 21. Perubahan
yang diamati pada abad 19, yang sudah saya singgung di Pendahuluan (peningkatan
pada pembagian modal pada setengah abad ini diikuti oleh penurunan yang tipis
dan kemudian periode stabilitas), tampak lebih mudah dengan perbandingan.
Singkatnya, guncangan yang menerpa ekonomi pada periode 1914-1945-Perang Dunia
I, Revolusi Bolshevik pada tahun 1917, the
Great Depression, Perang Dunia II, dan akibat munculnya regulasi dan
kebijakan pajak baru bersamaan dengan pengendalian modal – mengurangi pembagian
modal atas pendapatan ke tingkat rendah secara historis pada tahun 1950. Meskipun
demikian, secepatnya modal mulai menyusun kembali dirinya sendiri. Pertumbuhan
pembagian modal dipercepat dengan kemenangan Margaret Thatcher di Inggris pada
tahun 1979 dan Ronald Reagan di Amerika Serikat pada tahun 1980, yang menandai
permulaan revolusi konservatif. Kemudian keruntuhan blok Soviet pada tahun
1989, diikuti globalisasi dan deregulasi keuangan pada tahun 1990. Semua
peristiwa ini menandai perubahan politik ke arah yang berlawanan dari yang
diamati pada pertengahan abad 20. Pada tahun 2010, terlepas dari krisis yang
dimulai pada tahun 2007-2008, modal menjadi menguntungkan karena belum pernah terjadi
sejak tahun 1913. Tidak semua konsekuensi atas kesejahteraan baru bagi modal
ini negatif; sampai batas tertentu hal ini bersifat alami dan merupakan
perkembangan yang diinginkan. Tetapi hal ini telah mengubah cara kita melihat
batas modal-buruh sejak awal abad 21, serta pandangan kita tentang perubahan
yang akan terjadi pada dekade-dekade mendatang.
Selanjutnya,
jika kita melihat di luar abad 20 dan mengambil pandangan jangka panjang, ide
atas batas stabil modal-buruh entah bagaimana harus menghadapi fakta bahwa sifat
modal itu sendiri telah berubah secara radikal (dari tanah dan real estate
lainnya pada abad 18 menjadi modal industrial dan finansial di abad 21). Juga
ada gagasan, tersebar di antara para ekonom, bahwa pertumbuhan ekonomi modern
sangat tergantung pada peningkatan “modal manusia”. Sekilas, hal ini terlihat
menyiratkan bahwa buruh seharusnya mengklaim pertumbuhan pembagian pendapatan
nasional. Memang ditemukan bahwa mungkin ada kecenderungan bagian buruh
meningkat dalam jangka panjang, tetapi keuntungannya relatif sedikit: pembagian
modal (tidak termasuk modal manusia) pada dekade awal abad 21 hanya sedikit
lebih kecil dari awal abad 19. Pentingnya modal di negara kaya saat ini
terutama karena lambatnya pertumbuhan demografis dan produktivitas, ditambah
dengan rezim politik yang mendapat keuntungan dari modal privat.
Cara
yang paling baik untuk memahami perubahan ini adalah dengan menganalisis
evolusi rasio modal/pendapatan (yaitu, rasio dari total modal saham dibagi arus
pendapatan tahunan) lebih bagus daripada fokus secara eksplisit pada batas
modal-buruh (yaitu, pembagian pendapatan kepada modal dan buruh, secara
respektif). Di masa lalu, para cendekia kebanyakan mempelajari yang terakhir,
sebagian besar karena kurangnya data yang memadai untuk mempelajari hal selain
itu.
Sebelum
menyajikan hasil saya secara rinci, lebih baik diproses secara bertahap. Tujuan
dari Bagian Satu pada buku ini adalah untuk mengenalkan konsep dasar tertentu.
Pada sisa bab ini, saya akan mulai menyajikan konsep produk domestik dan
pendapatan nasional, modal dan buruh, dan rasio modal/pendapatan. Kemudian saya
akan melihat bagaimana distribusi global atas pendapatan berubah sejak Revolusi
Industri. Pada Bab 2, saya akan menganalisis evolusi tingkat pertumbuhan secara
umum dari waktu ke waktu. Hal ini akan memainkan peran sentral pada analisis
selanjutnya.
Dengan
pendahuluan ini, Bagian Dua mengambil dinamika rasio modal/pendapatan dan batas
modal-buruh, sekali lagi diproses secara bertahap. Bab 3 akan melihat perubahan
pada komposisi modal dan rasio modal/pendapatan sejak abad 18, dimulai dengan Inggris
dan Prancis, sekitar data jangka panjang yang kita punya. Bab 4 mengenalkan
kasus Jerman dan semua yang terlihat di Amerika Serikat, yang berfungsi sebagai
komplemen yang berguna untuk prisma Eropa. Akhirnya, Bab 5 dan 6 mencoba untuk
memperpanjang analisis pada semua negara kaya di dunia, dan sejauh mungkin, di
seluruh planet. Saya juga mencoba untuk menggambarkan kesimpulan yang relevan
dengan dinamika global atas rasio modal/pendapatan dan batas modal-buruh pada
abad 21.
Gagasan Pendapatan Nasional
Akan
sangat berguna jika dimulai dengan dengan konsep “pendapatan nasional”, di mana
saya akan sering merujuk pada hal tersebut. Pendapatan nasional didefinisikan
sebagai jumlah atas semua pendapatan yang tersedia atas penduduk suatu negara
pada suatu tahun tertentu, terlepas dari klasifikasi legal atas pendapatan
tersebut.
Pendapatan
nasional dekat hubungannya dengan gagasan Produk Domestik Bruto (PDB), yang
sering muncul di debat publik. Bagaimana pun, ada dua perbedaan penting antara
PDB dan pendapatan nasional. PDB mengukur total barang dan jasa yang diproduksi
pada suatu tahun tertentu dalam batas negara tertentu. Untuk menghitung
pendapatan nasional, pertama PDB harus dikurangi depresiasi modal yang
memungkinkan terjadinya produksi: dengan kata lain, harus mengurangi depresi
pada bangunan, infrastruktur, mesin, kendaraan, komputer, dan barang-barang
lain selama tahun yang bersangkutan. Depresiasi ini bersifat substansial, saat ini sebesar 10
persen dari PDB di sebagian besar negara, dan ini tidak sesuai dengan
penghasilan siapa pun: sebelum upah didistribusikan ke para pekerja atau
deviden ke para pemegang saham, dan sebelum investasi baru benar-benar dibuat,
modal yang usang harus diganti atau diperbaiki. Jika hal ini tidak dilakukan,
kekayaan akan hilang, menghasilkan pendapatan negatif bagi pemiliknya. Ketika
depresiasi dikurangi dari PDB, diperoleh “produk domestik neto”, di mana akan
saya rujuk dengan lebih mudah sebagai “keluaran domestik” atau “produksi
domestik”, yang biasanya sebesar 90 persen dari PDB.
Kemudian
harus ditambahkan dengan pendapatan bersih yang diterima dari luar negeri (atau
kurangi pendapatan bersih yang dibayarkan untuk penduduk asing, bergantung pada
situasi masing-masing negara). Sebagai contoh, negara yang perusahaan dan aset
modal lainnya dimiliki oleh asing mungkin akan memiliki produk domestik yang
tinggi tetapi pendapatan nasional yang lebih rendah, begitu keuntungan dan sewa
yang mengalir ke luar negeri dikurangi dari jumlah total. Sebaliknya, negara
yang memiliki porsi modal yang lebih besar atas negara lain dapat menikmati
pendapatan nasional yang lebih tinggi daripada produk domestiknya.
Nanti
akan saya berikan contoh atas dua situasi ini, ditarik dari sejarah kapitalisme
dan juga dari kondisi dunia saat ini. Saya harus mengatakannya sekaligus bahwa
tipe kesenjangan internasional ini dapat memunculkan tensi politik yang kuat.
Ini bukan hal yang tidak signifikan ketika satu negara bekerja untuk negara
lain dan membayar pembagian yang substansial atas keluarannya sebagai deviden
dan meminjamkan kepada asing selama beberapa periode waktu. Pada banyak kasus,
sistem seperti itu dapat bertahan (ke suatu titik) hanya jika didukung oleh
hubungan atas dominasi politik, seperti kasus pada era kolonial, ketika Eropa
secara efektif memiliki sebagian besar dari seluruh dunia. Pertanyaan kunci
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Di bawah kondisi apa situasi
seperti ini akan terjadi lagi di abad 21, yang mungkin dalam beberapa
konfigurasi geografis baru? Sebagai contoh, Eropa, daripada menjadi pemilik,
mungkin lebih baik untuk dikuasai. Ketakutan seperti itu saat ini tersebar luas
di Dunia Lama – mungkin terlalu luas. Kita akan lihat.
Pada
tahap ini, cukup untuk mengatakan bahwa sebagian besar negara, apakah kaya atau
tidak, saat ini dalam situasi seimbang lebih dari apa yang terkadang
dibayangkan. Prancis sama dengan Amerika Serikat, Jerman sama dengan Inggris, Cina
sama dengan Brazil, dan Jepang sama dengan Italia, pendapatan nasional sebesar
satu atau dua persen dari produk domestik. Di semua negara ini, dengan kata
lain, arus masuk keuntungan, bunga, deviden, sewa, dan seterusnya kurang lebih
diimbangi oleh arus keluar yang sebanding. Di negara kaya, pendapatan bersih dari
luar negeri secara umum sedikit positif. Untuk perkiraan pertama, para penduduk
negara-negara ini memiliki banyak real
estate dan instrumen keuangan asing seperti juga yang dimiliki penduduk
asing terhadap negara ini. Bertentangan dengan mitos yang kuat, Prancis tidak
dimiliki oleh dana pensiun California atau Bank Cina, lebih dari Amerika
Serikat dimiliki investor Jepang dan Jerman. Ketakutan untuk mengalami keadaan
sulit seperti itu sangat kuat saat ini bahwa fantasi seringkali melampaui
kenyataan. Kenyataannya adalah kesenjangan akibat modal adalah masalah domestik
yang lebih besar daripada masalah internasional. Kesenjangan atas kepemilikan
modal membawa yang kaya dan miskin di dalam setiap negara ke dalam konflik
antara satu dan lainnya lebih banyak daripada negara melawan negara lainnya. Meskipun
demikian, hal ini tidak selalu menjadi kasus, dan sangat sah untuk bertanya
apakah masa depan kita mungkin tidak terlihat seperti masa lalu kita, terutama
sejak negara-negara tertentu – Jepang, Jerman, negara pengekspor minyak, dan Cina
pada tingkat yang lebih rendah – selama beberapa tahun terakhir
mengakumulasikan klaim substansial atas seluruh dunia (meskipun tidak sebesar
catatan klaim pada era kolonial). Selanjutnya, peningkatan yang sangat
substansial pada kepemilikan-silang, di mana banyak negara memiliki saham
substansial antara satu dan lainnya, dapat memunculkan keabsahan rasa dispossession, bahkan ketika posisi aset
bersih mendekati nol.
Kesimpulannya,
pendapatan nasional sebuah negara bisa lebih besar atau lebih kecil daripada
produk domestiknya, tergantung pada apakah pendapatan bersih dari luar negeri
positif atau negatif.
Pendapatan nasional = keluaran domestik +
pendapatan bersih dari luar negeri
Pada
tingkat global, penerimaan pendapatan dari luar negeri dan yang dibayarkan
keluar harus seimbang, sehingga pendapatan setara dengan keluaran:
Pendapatan global = keluaran global
Keseimbangan
antara dua arus tahunan ini, pendapatan dan keluaran, merupakan identitas
akuntansi, namun ini merefleksikan kenyataan penting. Pada setiap tahun
tertentu, tidak mungkin total pendapatan melebihi jumlah kekayaan baru yang
diproduksi (secara global; satu negara tentu saja meminjam dari luar negeri).
Sebaliknya, semua produksi pasti didistribusikan sebagai pendapatan dalam satu
bentuk atau lainnya, kepada buruh atau modal: apakah upah, gaji, honorarium,
bonus, dan seterusnya (yaitu, sebagai pembayaran atas pekerja dan lainnya yang
memberikan kontribusi tenaga ke dalam proses produksi) atau yang lainnya
sebagai keuntungan, deviden, bunga, sewa, royalti, dan seterusnya (yaitu,
sebagai pembayaran kepada pemilik modal yang digunakan dalam proses produksi).
Apa yang dimaksud dengan Modal?
Singkatnya:
terlepas dari apakah kita melihat rekening sebuah perusahaan, negara, atau
ekonomi global, keluaran dan pendapatan terkait dapat didekomposisi sebagai
jumlah pendapatan modal dan pendapatan buruh:
Pendapatan nasional = pendapatan modal +
pendapatan buruh
Tetapi
apa yang dimaksud dengan modal? Apa batasannya? Apa bentuknya? Bagaimana
komposisinya berubah sepanjang waktu? Ini merupakan pertanyaan sentral untuk
investigasi ini, yang akan diperiksa dengan sangat rinci pada setiap bab. Untuk
sekarang cukup untuk membuat poin-poin berikut:
Pertama,
di dalam buku ini, ketika saya mengatakan “modal” tanpa kualifikasi lebih
lanjut, saya selalu mengeliminasi apa yang oleh para ekonom seringkali disebut
(sayangnya, ke dalam pikiran saya) “modal manusia”, yang terdiri dari kekuatan
tenaga kerja, keahlian, pelatihan, dan kemampuan individu. Dalam buku ini, modal
didefinisikan sebagai jumlah total aset non-manusia yang bisa dimiliki dan diperdagangkan
di pasar. Modal termasuk semua bentuk properti nyata (termasuk real estate perumahan) juga modal finansial
dan profesional (pabrik, infrastruktur, mesin, hak paten, dan seterusnya) yang
digunakan perusahaan dan agensi pemerintah.
Ada
banyak alasan mengeliminasi modal manusia dari definisi kita atas modal. Yang
paling jelas adalah modal manusia tidak bisa dimiliki oleh orang lain atau
diperdagangkan di pasar (tidak permanen, bagaimanapun). Ini adalah perbedaan
kunci dari bentuk modal yang lain. Seseorang tentu saja dapat meletakkan jasa
tenaga kerja seseorang untuk disewa dengan kontrak kerja. Meskipun demikian, di
semua sistem hukum modern, pengaturan seperti itu harus dibatasi baik dalam
waktu maupun ruang lingkup. Pada masyarakat budak, tentu saja, ini jelas tidak
benar: di sana, pemilik budak bisa secara penuh dan benar-benar memiliki modal
manusia atas orang lain dan bahkan keturunannya. Dalam masyarakat seperti itu,
budak bisa dibeli dan dijual di pasar dan diberikan sebagai warisan, dan sudah
umum untuk memasukkan budak dalam penghitungan kekayaan pemilik budak. Saya
akan menunjukkan bagaimana hal ini bekerja ketika saya memeriksa komposisi
modal privat di Amerika Serikat bagian selatan sebelum tahun 1865. Meninggalkan
kasus khusus seperti itu (untuk sekarang historis), tidak masuk akal jika
mencoba untuk menambahkan modal manusia dan non-manusia. Sepanjang sejarah,
kedua bentuk kekayaan telah memaikan peran fundamental dan komplementer pada
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan akan berlanjut di abad 21. Tetapi
untuk memahami proses pertumbuhan dan kesenjangan yang ditimbulkannya, kita
harus membedakannya dengan hati-hati antara modal manusia dan non-manusia dan memperlakukan
masing-masing secara terpisah.
Modal
non-manusia, yang dalam buku ini akan saya sederhanakan dengan sebutan “modal”,
termasuk semua bentuk kekayaan yang dapat dimiliki oleh individu (atau
sekelompok individu) dan dapat berpindah atau diperdagangkan melalui pasar
dengan basis permanen. Pada praktiknya, modal dapat dimiliki oleh individu
secara privat (dalam hal ini kita berbicara tentang “modal privat”) atau oleh
pemerintah atau agensi pemerintah (dalam hal ini kita berbicara tentang “modal
publik”). Ada juga bentuk peralihan atas properti kolektif yang dimiliki oleh
“orang bermoral” (yaitu, entitas seperti yayasan atau gereja) yang mengejar
tujuan tertentu. Saya akan kembali ke sini. Batas antara apa yang individu
privat dapat dan tidak dapat miliki telah berevolusi dengan pesat sepanjang
waktu dan di seluruh dunia, sebagai kasus ekstrim yang menunjukkan perbudakan.
Hal yang sama juga terjadi pada properti di bawah atmosfir, laut, gunung,
monumen sejarah, dan pengetahuan. Kepentingan privat tertentu ingin memiliki
hal-hal ini, dan terkadang mereka membenarkan keinginan ini dengan alasan
efisiensi dan bukan sekedar untuk kepentingan diri sendiri. Tetapi tidak ada
jaminan bahwa keinginan ini tepat dengan kepentingan umum. Modal bukan konsep
yang kekal: dia mencerminkan keadaan pembangunan dan hubungan sosial yang
berlaku di masing-masing masyarakat.
Modal dan Kekayaan
Untuk
menyederhanakan teks, saya menggunakan kata “modal” dan “kekayaan” secara
bergantian, karena mereka sangat identik. Meskipun dari beberapa definisi, akan
lebih baik untuk menggunakan kata “modal” untuk menjelaskan bentuk kekayaan
yang diakumulasikan oleh manusia (bangunan, mesin, insfrastruktur, dll.) dan
oleh sebab itu mengecualikan tanah dan sumber daya alam, karena manusia telah dianugerahi
itu tanpa perlu membuatnya. Kemudian tanah akan menjadi komponen kekayaan
tetapi bukan modal. Masalahnya adalah tidak selalu mudah untuk memisahkan nilai
bangunan dari nilai tanah di mana bangunan tersebut dibangun. Lebih sulit lagi
untuk mengukur nilai tanah yang “perawan” (seperti yang ditemukan manusia
berabad atau millenium lalu) terpisah dari perbaikan karena intervensi manusia,
seperti drainase, irigasi
fertilisasi, dan seterusnya. Masalah yang sama muncul dalam koneksi dengan
sumber daya alam seperti minyak bumi, gas, elemen bumi langka, dan sejenisnya,
yang nilai murninya sangat sulit untuk dipisahkan dari nilai tambah atas
investasi yang dibutuhkan untuk menemukan deposit baru dan menyiapkannya untuk
eksploitasi. Oleh karena itu saya memasukkan semua bentuk kekayaan ini dalam
modal. Tentu saja pilihan ini tidak mengurangi kebutuhan untuk melihat lebih
jelas asal-usul kekayaan, terutama garis batas antara akumulasi dan apropriasi.
Beberapa
definisi atas “modal” berpendapat bahwa istilah tersebut hanya berlaku untuk
komponen kekayaan yang secara langsung dikerjakan dalam proses produksi.
Misalnya, emas mungkin dihitung sebagai bagian dari kekayaan tapi bukan modal,
karena emas hanya berguna untuk menyimpan nilai. Sekali lagi, keterbatasan ini,
membatasi saya (karena emas dapat menjadi faktor produksi, tidak hanya pada
manufaktur perhiasan tetapi juga pada elektronik dan nanoteknologi). Modal
dalam semua bentuk ini selalu memaikan peran ganda, untuk menyimpan nilai dan
sebagai faktor produksi. Saya oleh karena itu memutuskan bahwa lebih sederhana
untuk tidak memaksakan perbedaan yang kaku antara kekayaan dan modal.
Demikian
pula, saya mengesampingkan gagasan untuk mengecualikan real estate perumahan dari modal dengan alasan bahwa itu “tidak
produktif”, tidak seperti “modal produktif” yang digunakan oleh perusahaan dan
pemerintah: pabrik industri, bangunan kantor, mesin, infrastruktur, dan
seterusnya. Semua bentuk kekayaan ini berguna dan produktif dan mencerminkan
dua fungsi ekonomis utama dari modal. Real
estate perumahan dapat dilihat sebagai aset modal yang menghasilkan “jasa
rumah”, yang nilainya diukur dari nilai wajar sewanya. Aset modal lainnya dapat
digunakan sebagai faktor produksi untuk perusahaan dan agensi pemerintah yang
memproduksi barang dan jasa (dan membutuhkan pabrik, kantor, mesin,
infrastruktur, dll. untuk melakukannya). Masing-masing dari dua jenis modal ini
saat ini memberikan sekitar setengah dari modal di negara-negara maju.
Kesimpulannya,
saya mendefinisikan “kekayaan nasional” atau “modal nasional” sebagai total
nilai pasar atas apa pun yang dimiliki oleh penduduk dan pemerintah di suatu
negara tertentu pada suatu waktu tertentu, asalkan dapat diperdagangkan di
pasar. Ini terdiri dari jumlah total aset non-keuangan (tanah, tempat tinggal,
persediaan komersial, bangunan-bangunan lainnya, mesin, infrastruktur, hak
paten, dan aset profesional lainnya yang dimiliki secara langsung) dan aset
keuangan (rekening bank, reksa dana, obligasi, saham, semua jenis instrumen
keuangan, polis asuransi, dana pensiun, dll.), dikurangi jumlah total
liabilitas keuangan (utang). Jika kita hanya melihat pada aset dan liabilitas
individu privat, hasilnya adalah kekayaan privat atau modal privat. Jika kita
menganggap aset dan liabilitas dimiliki oleh pemerintah dan entitas pemerintah
lainnya (seperti kota, agensi asuransi sosial, dll.), hasilnya adalah kekayaan
publik atau modal publik. Dengan definisi tersebut, jumlah dari dua istilah
ini:
Kekayaan nasional = kekayaan privat +
kekayaan publik
Kekayaan
publik di sebagian besar negara maju saat ini tidak signifikan (atau bahkan
negatif, di mana utang publik melebihi aset publik). Seperti yang akan saya
tunjukkan, kekayaan privat menyumbang hampir semua kekayaan nasional hampir di
mana-mana. Ini tidak selalu terjadi, namun, sangat penting untuk membedakan
dengan jelas antara kedua pengertian ini.
Untuk
lebih jelasnya, meskipun konsep saya atas modal mengecualikan modal manusia
(yang tidak dapat dipertukarkan pada pasar apapun di masyarakat non-budak), ini
tidak terbatas untuk modal “fisik” (tanah, bangunan, infrastruktur, dan barang
material lainnya). Saya memasukkan modal “non-material” seperti hak paten dan
properti intelektual lainnya, yang dihitung sebagai aset non-keuangan (jika
individu memiliki paten secara langsung) atau sebagai aset keuangan (ketika
individu memiliki saham atas perusahaan yang memiliki paten, seperti kasus pada
umumnya). Lebih luas lagi, banyak bentuk modal non-material dihitung dengan
kapitalisasi pasar saham korporasi. Misalnya, nilai pasar saham perusahaan
seringkali bergantung pada reputasi dan merk dagangnya, sistem informasi dan
modus organisasinya, investasinya, apakah material atau non-material, untuk
tujuan membuat produk atau jasanya lebih terlihat menarik, dan seterusnya.
Semua ini tercermin pada harga saham biasa dan aset keuangan korporat lainnya
dan oleh karena itu ada dalam kekayaan nasional.
Untuk
memastikan, harga yang diatur oleh pasar keuangan atas perusahaan atau bahkan sektor
modal non-material pada suatu momen tertentu sebagian besar tidak pasti. Kita
melihat ini pada kebangkrutan Internet
bubble pada tahun 2000, dalam krisis keuangan yang dimulai pada tahun
2007-2008, dan lebih umum pada vilatilitas pasar saham besar. Fakta yang penting
untuk dicatat saat ini yaitu inilah karakteristik semua bentuk modal, tidak
hanya modal non-material. Apakah kita berbicara tentang membangun sebuah
perusahaan, perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, selalu sangat sulit
untuk mengatur harga modal. Namun saya akan menunjukkan, total kekayaan
nasional, yaitu, kekayaan atas suatu negara secara keseluruhan dan tidak untuk
tipe aset tertentu, mengikuti aturan tertentu dan sesuai dengan pola reguler
tertentu.
Poin
lebih lanjut: total kekayaan nasional selalu dapat dipecah menjadi modal
domestik dan modal asing:
Kekayaan nasional = modal nasional = modal
domestik + modal asing bersih
Modal
domestik adalah nilai atas modal saham (bangunan, perusahaan, dll.) yang
terletak dalam wilayah negara tersebut. Modal asing bersih – atau aset asing
bersih – mengukur posisi negara terhadap seluruh dunia: lebih spesifik, ini
adalah perbedaan antara aset yang dimiliki oleh penduduk negara di seluruh
dunia dan aset negara yang dimiliki oleh penduduk di negara lain. Pada saat menjelang
Perang Dunia I, Inggris dan Prancis keduanya menikmati posisi aset positif
bersih yang signifikan terhadap seluruh dunia. Salah satu karakteristik
globalisasi keuangan yang terjadi sejak tahun 1980 adalah banyak negara
memiliki posisi aset bersih yang lebih atau kurang, tetapi posisi itu cukup
besar secara absolut. Dengan kata lain, banyak negara memiliki modal saham yang
besar di negara lain, tetapi negara lain ini juga memiliki saham di negara
tersebut, dan dua posisi ini kurang lebih sama, sehingga modal asing bersih
mendekati nol. Secara global, tentu saja, semua posisi bersih harus mendekati
nol, sehingga total kekayaan global sama dengan modal “domestik” seluruh
planet.
Rasio Modal/Pendapatan
Pendapatan
dan modal sudah didefinisikan, saya akan menuju ke hukum dasar pertama yang
mengikat dua gagasan ini bersamaan. Saya mulai dengan mendefinisikan rasio
modal/pendapatan.
Pendapatan
adalah arus. Dia sesuai dengan kuantitas barang yang diproduksi dan
didistribusikan pada suatu periode tertentu (yang biasa kita anggap satu
tahun).
Modal
adalah saham. Dia sesuai dengan total kekayaan pada suatu waktu tertentu. Saham
ini datang dari kekayaan yang diapropriasi atau diakumulasi pada tahun-tahun
sebelumnya yang dikombinasikan.
Cara
yang paling alami dan berguna untuk mengukur modal saham pada negara tertentu
adalah membagi saham ini dengan arus pendapatan tahunan. Ini akan memberikan
kita rasio modal/pendapatan, yang saya lambangkan dengan huruf Yunani β.
Sebagai
contoh, jika total modal saham negara setara dengan enam tahun pendapatan
nasional, kita menulis β = 6
(atau β = 600%).
Di
negara-negara maju saat ini, rasio modal/pendapatan secara umum bervariasi
antara 5 dan 6, dan modal saham terdiri dari hampir semua modal privat. Di
Prancis dan Inggris, Jerman dan Italia, Amerika Serikat dan Jepang, pendapatan
nasional sekitar 30.000-35.000 euro per kapita pada tahun 2010, sedangkan total
kekayaan privat (setelah dikurangi utang) biasanya ada pada urutan 150.000-200.000
euro per kapita, atau lima sampai enam kali pendapatan nasional tahunan. Ada
variasi yang menarik baik di Eropa maupun di seluruh dunia. Misalnya, β lebih besar dari 6 di Jepang dan Italia dan
kurang dari 5 di Amerika Serikat dan Jerman. Kekayaan publik hampir positif di
beberapa negara dan sedikit negatif di negara lainnya. Dan seterusnya. Saya
memeriksa hal ini secara rinci di beberapa bab berikutnya. Pada poin ini, cukup
untuk mengingat besaran ini, agar bisa membuat gagasan sekonkrit mungkin.
Fakta
bahwa pendapatan nasional di negara-negara kaya di dunia pada tahun 2010 ada
pada urutan 30.000 euro per kapita per annum (atau 2.500 euro per bulan) tentu
saja tidak berarti setiap orang menghasilkan jumlah itu. Seperti semua rata-rata,
rata-rata pendapatan ini menyembunyikan perbedaan yang sangat besar. Pada
praktiknya, banyak orang menghasilkan kurang dari 2.500 euro per bulan, ketika
yang lainnya menghasilkan puluhan kali lebih banyak. Perbedaan pendapatan
adalah sebagian hasil dari bayaran untuk pekerjaan yang tidak sama dan sebagian
yang lebih besar dari kesenjangan pendapatan dari modal, yang merupakan
konsekuensi atas pemusatan kekayaan yang ekstrim. Rata-rata pendapatan nasional
per kapita sederhananya adalah jumlah yang seseorang dapat distribusikan kepada
individu yang lain jika memungkinkan untuk meratakan distribusi pendapatan
tanpa mengubah total keluaran atau pendapatan nasional.
Demikian
pula, kekayaan privat per kapita sebesar 180.000 euro, atau enam tahun
pendapatan nasional, tidak berarti bahwa setiap orang memiliki modal sebesar
itu. Banyak orang memiliki lebih sedikit, sementara beberapa orang memiliki
jutaan atau puluhan juta euro aset modal. Banyak populasi yang memiliki
akumulasi kekayaan sangat sedikit – jauh lebih sedikit daripada pendapatan satu
tahun: beberapa euro di rekening bank, setara dengan upah beberapa minggu atau
bulan. beberapa orang bahkan memiliki kekayaan negatif: dengan kata lain,
barang-barang yang mereka miliki kurang dari utang mereka. Sebaliknya, yang
lain memiliki nasib yang cukup baik, mulai dari 10 sampai 20 kali pendapatan
annual mereka atau bahkan lebih. Rasio modal/pendapatan untuk negara secara
keseluruhan tidak memberi tahu kita apapun selain kesenjangan di negara
tersebut. Tetapi β mengukur
pentingnya modal secara keseluruhan dalam masyarakat, maka menganalisis rasio
ini adalah langkah pertama yang dibutuhkan dalam studi mengenai kesenjangan.
Tujuan utama Bagian Dua adalah untuk memahami bagaimana dan mengapa rasio
modal/pendapatan bervariasi dari negara ke negara, dan bagaimana hal tersebut
berevolusi dari waktu ke waktu.
Untuk
mengapresiasi bentuk konkrit kekayaan di dunia saat ini, penting untuk dicatat
bahwa modal saham di negara-negara maju saat ini terdiri dari dua saham yang
hampir setara: modal residential dan modal profesional yang digunakan
perusahaan dan pemerintah. Singkatnya, setiap warga negara dari salah satu
negara kaya menghasilkan rata-rata 30.000 euro per tahun pada tahun 2010,
memiliki sekitar 180.000 euro modal, 90.000 dalam bentuk tempat tinggal dan
90.000 lainnya dalam bentuk saham, obligasi, tabungan, atau investasi lainnya.
Ada variasi lintas negara yang menarik, yang akan saya analisis di Bab 2. Untuk
sekarang, fakta bahwa modal dapat dibagi menjadi dua saham yang kurang lebih
setara menjadi penting untuk diingat.
Hukum Fundamental Kapitalisme yang Pertama: α = r × Î²
Saya
sekarang bisa mempresentasikan hukum fundamental kapitalisme yang pertama, yang
mengaitkan modal saham dan arus pendapatan dari modal. Rasio modal/pendapatan β berhubungan secara sederhana dengan
pembagian pendapatan dari modal pada pendapatan nasional, dilambangkan dengan α. Rumusnya adalah
α = r × Î²
di mana r adalah tingkat pengembalian atas modal.
Sebagai
contoh, jika β = 600% dan r = 5%, maka α = r ×
β = 30%.
Dengan
kata lain, jika kekayaan nasional setara dengan enam tahun pendapatan nasional,
dan jika tingkat pengembalian atas modal adalah 5 persen per tahun, maka
pembagian modal dalam pendapatan nasional adalah 30 persen.
Rumus
α = r ×
β adalah murni identitas akuntansi. Ini dapat
diaplikasikan ke semua masyarakat pada semua periode sejarah, menurut definisi.
Meskipun tautologis, ini tetap harus dianggap sebagai hukum fundamental
kapitalisme yang pertama, karena ini mengungkapkan dengan sederhana, hubungan
transparan di antara tiga konsep paling penting untuk menganalisis sistem
kapitalis: rasio modal/pendapatan, pembagian modal dalam pendapatan, dan
tingkat pengembalian atas modal.
Tingkat
pengembalian atas modal adalah konsep sentral dalam banyak teori ekonomi.
Khususnya, analisis Marxis menekankan turunnya tingkat keuntungan – prediksi
historis yang ternyata salah, meskipun itu mengandung intuisi yang menarik.
Konsep tingkat pengembalian atas modal juga memainkan peran sentral dalam banyak
teori. Meskipun demikian, tingkat pengembalian atas modal mengukur imbal hasil
modal selama satu tahun terlepas dari bentuknya (keuntungan, sewa, deviden,
bunga, royalti, keuntungan modal, dll.), diungkapkan dalam persentase dari
nilai modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu, ini merupakan gagasan yang
lebih luas daripada “tingkat keuntungan”, dan lebih luas daripada “tingkat
bunga”, sambil menggabungkan keduanya.
Jelas,
tingkat pengembalian bisa sangat bervariasi, bergantung pada jenis investasi.
Beberapa perusahaan menghasilkan tingkat pengembalian lebih besar dari 10
persen per tahun; yang lainnya menghasilkan kerugian (tingkat pengembalian
negatif). Rata-rata tingkat pengembalian atas saham dalam jangka panjang adalah
7-8 persen di banyak negara. Investasi di real
estate dan obligasi seringkali pengembaliannya 3-4 persen, sementara
tingkat bunga riil pada utang publik terkadang lebih rendah. Rumus α = r ×
β tidak memberi kita informasi apa-apa
tentang seluk-beluk ini, tetapi memberi tahu kita bagaimana menghubungkan tiga
kuantitas ini, yang dapat berguna untuk membingkai diskusi.
Sebagai
contoh, di negara-negara kaya sekitar tahun 2010, pendapatan dari modal
(keuntungan, bunga, deviden, sewa, dll.) secara umum ada di sekitar 30 persen
dari pendapatan nasional. Dengan rasio modal/pendapatan sebesar 600 persen, ini
berarti tingkat pengembalian atas modal adalah sekitar 5 persen.
Secara
konkrit, ini berarti pendapatan nasional per kapita saat ini sebesar 30.000
euro per tahun di negara-negara kaya terbagi menjadi 21.000 euro pendapatan per
tahun dari buruh (70 persen) dan 9.000 euro pendapatan dari modal (30 persen).
Setiap warga negara memiliki modal rata-rata 180.000 euro, dan pendapatan dari
modal sebesar 9.000 euro sesuai dengan rata-rata pengembalian atas modal tahunan
sebesar 5 persen.
Sekali
lagi, yang saya bicarakan di sini hanya rata-rata: beberapa individu menerima
pendapatan dari modal jauh lebih dari 9.000 euro per tahun, sementara yang
lainnya tidak menerima apapun ketika membayar sewa kepada tuan tanahnya dan
bunga kepada krediturnya. Variasi negara-ke-negara yang cukup besar juga ada.
Selain itu, mengukur pembagian pendapatan dari modal baik secara konseptual dan
praktik, karena terdapat beberapa kategori pendapatan (seperti pendapatan self-employment non-upah dan pendapatan
wirausaha) yang susah untuk dibagi menjadi pendapatan dari modal dan pendapatan
dari buruh. Pada beberapa kasus ini bisa membuat perbandingan yang salah.
Ketika masalah seperti itu muncul, metode yang paling sempurna dalam mengukur
pembagian modal atas pendapatan mungkin dengan menggunakan tingkat pengembalian
modal ke rasio modal/pendapatan. Pada tahap ini, besaran yang diberikan di atas
(β = 600%,
α = 30%, r
= 5%) bisa dianggap tipikal.
Agar
lebih konkrit, mari kita catat, juga, bahwa rata-rata tingkat pengembalian atas
tanah di masyarakat pedesaan biasanya di urutan 4-5 persen. Dalam novel Jane
Austen dan Honoré de Balzac, fakta bahwa tanah (seperti obligasi pemerintah)
menghasilkan kira-kira 5 persen dari jumlah modal yang diinvestasikan (atau,
setara, nilai modal sesuai dengan perkiraan sewa tahunan selama 20 tahun) dengan
sengaja sehingga seringkali tidak disebutkan. Para pembaca kontemporer sadar
bahwa butuh 1 juta franc untuk menghasilkan sewa tahunan sebesar 50.000 franc.
Bagi para novelis abad 19 dan pembacanya, hubungan antara modal dan sewa tahunan
sangat jelas, dan dua skala pengukur digunakan bergantian, seolah-olah sewa dan
modal itu adalah sinonim, atau kesetaraan sempurna atas dua bahasa berbeda.
Sekarang,
pada awal abad 21, kita menemukan pengembalian yang kira-kira sama pada real estate, 4-5 persen, terkadang
sedikit lebih kecil, terutama di mana harga meningkat secara pesat tanpa
menaikkan harga sewa pada tingkat yang sama. Sebagai contoh, pada tahun 2010,
sebuah apartemen besar di Paris, dinilai sebesar 1 juta euro, biasanya
disewakan lebih dari 2.500 euro per bulan, atau sewa tahunan sebesar 30.000
euro, yang sesuai dengan pengembalian atas modal hanya 3 persen per tahun dari
sudut pandang tuan tanah. Akan tetapi sewa ini cukup tinggi untuk penyewa yang
hanya hidup dari pendapatannya sebagai buruh (dengan asumsi dia dibayar dengan
baik) sementara ini merepresentasikan pendapatan yang signifikan untuk tuan
tanah. Kabar buruknya (atau kabar baik, tergantung pada sudut pandang anda)
adalah semua hal ini akan selalu seperti ini. Jenis sewa ini cenderung untuk
meningkat sampai pengembalian atas modal berkisar 4 persen (yang di dalam contoh
ini akan sesuai dengan sewa 3.000 – 3.500 euro per bulan, atau 40.000 per
tahun). Oleh karena itu, sewa ini tampaknya akan meningkat di masa depan.
Pengembalian atas investasi tahunan tuan tanah akhirnya akan membesar dengan
keuntungan modal jangka panjang pada nilai apartemen. Apartemen yang lebih
kecil menghasilkan pengembalian yang sama atau sedikit lebih tinggi. Apartemen
yang dinilai sebesar 100.000 euro, sewanya dapat menghasilkan 400 euro per
bulan, atau mendekati 5.000 per tahun (5 persen). Orang yang memiliki apartemen
dan memilih untuk tinggal di sana dapat menyimpan uang sejumlah itu dan
menggunakannya untuk hal lain, yang menghasilkan pengembalian atas investasi
yang sama.
Modal
yang diinvestasikan pada bisnis tentu saja berada dalam resiko yang tinggi,
maka pengembaliannya rata-rata seringkali lebih tinggi. Kapitalisasi pasar
modal atas perusahaan yang terdaftar di banyak negara umumnya merepresentasikan
keuntungan tahunan selama 12 sampai 15 tahun, yang sesuai dengan pengembalian
atas investasi tahunan sebesar 6-8 persen (sebelum pajak).
Rumus
α = r
× Î² membuat kita dapat menganalisis pentingnya
modal untuk seluruh negara atau bahkan di seluruh planet. Itu juga bisa
digunakan untuk mempelajari akun atas perusahaan yang spesifik. Sebagai contoh,
perusahaan yang menggunakan modal sebesar 5 juta euro (termasuk kantor,
infrastruktur, mesin, dll.) untuk memproduksi 1 juta euro barang secara tahunan,
dengan 600.000 euro digunakan untuk membayar para pekerja dan 400.000 euro
menjadi keuntungan. Rasio modal/pendapatan atas perusahaan ini adalah β = 5 (modal ini ekuivalen dengan keluaran
lima tahun), pembagian untuk modal α adalah
40 persen, dan tingkat pengembalian atas modal r = 8 persen.
Bayangkan
perusahaan lain yang menggunakan modal yang lebih sedikit (3 juta euro) untuk
memproduksi keluaran yang sama (1 juta euro), tetapi menggunakan lebih banyak
buruh (700.000 euro untuk upah, 300,000 euro untuk keuntungan). Untuk
perusahaan ini, β = 3, α = 30 persen, dan r = 10 persen. Perusahaan kedua menggunakan modal yang lebih
sedikit dari yang pertama, tetapi lebih menguntungkan (tingkat pengembalian
atas modal ini secara signifikan lebih tinggi).
Di
semua negara, besarnya β, α, dan r
bervariasi dari perusahaan ke perusahaan. Beberapa sektor lebih padat modal
daripada yang lainnya: sebagai contoh, sektor logam dan energi lebih padat
modal daripada sektor tekstil dan pemrosesan makanan, dan sektor manufaktur
lebih padat modal daripada sektor jasa. Ada juga variasi yang signifikan antar
perusahaan di sektor yang sama, tergantung pada pilihan atas teknologi produksi
dan posisi pasar. Tingkat β, α, dan r
pada negara tertentu juga tergantung pada saham relatif atas real estate perumahan dan sumber daya
alam pada modal total.
Ini
menekankan bahwa hukum α = r × Î² tidak
memberi tahu kita bagaimana masing-masing ketiga variabel ini ditentukan, atau,
secara khusus, bagaimana rasio modal/pendapatan (β)
nasional ditentukan, yang menjadi pengukuran atas bagaimana masyarakat tersebut
kapilalistik secara terus menerus. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus
mengenalkan gagasan dan hubungan tambahan, secara khusus tingkat tabungan dan
investasi dan tingkat pertumbuhan. Hal ini akan mengarahkan kita ke hukum dasar
kapitalisme yang kedua: tingkat tabungan yang lebih tinggi dan tingkat
pertumbuhan yang lebih rendah, rasio modal/pendapatan (β) yang lebih tinggi. Ini akan ditunjukkan
pada beberapa bab berikutnya; pada tahap ini, hukum α = r
× Î² secara sederhana berarti tanpa memandang
kekuatan ekonomi, sosial, dan politik menentukan tingkat rasio modal/pendapatan
(β), pembagian modal atas pendapatan (α), dan tingkat pengembalian atas modal (r), ketiga variabel ini tidak bebas satu
sama lain. Secara konseptual, ada dua derajat kebebasan, bukan tiga.
Akun Nasional: Sebuah Evolusi Konstruk Sosial
Konsep
kunci atas keluaran dan pendapatan, modal dan kekayaan, rasio modal/pendapatan,
dan tingkat pengembalian atas modal sudah dijelaskan, saya akan memeriksa lebih
rinci lagi bagaimana kuantitas abstrak ini bisa diukur dan pengukuran apa yang
dapat memberi tahu kita tentang evolusi historis atas distribusi kekayaan di
banyak negara. Saya akan mengulas secara singkat tahap-tahap utama dalam
sejarah akun nasional dan kemudian menyajikan gambaran bagaimana distribusi
global atas keluaran dan pendapatan berubah sejak abad 18, dengan diskusi atas
bagaimana demografi dan tingkat pertumbuhan ekonomi berubah sepanjang periode
yang sama. Tingkat pertumbuhan ini akan memainkan bagian penting dalam
analisis.
Seperti
yang sudah dijelaskan, usaha pertama untuk mengukur pendapatan nasional dan
modal membawa kita ke akhir abad 17 dan awal abad 18. Sekitar tahun 1700,
beberapa estimasi tertutup muncul di Inggris dan Prancis (secara independen
satu sama lain). Saya berbicara tulisan William Petty (1664) dan Gregory King
(1696) untuk Inggris dan Pierre le Pesant, sieur de Boisguillebert (1695), dan
Sébastien Le Prestre de Vauban (1707)
untuk Prancis. Tulisan mereka fokus pada modal saham nasional dan arus
pendapatan nasional tahunan. Salah satu tujuan primer mereka adalah untuk
menghitung total nilai tanah, yang merupakan sumber kekayaan paling penting
dalam masyarakat agraris, dan kemudian menghubungkan kuantitas kekayaan tanah
ke tingkat keluaran agrikultur dan sewa tanah.
Hal ini wajar saja karena penulis-penulis
tersebut memiliki tujuan politik, secara umum melakukan sesuatu dengan
modernisasi sistem pajak. Dengan menghitung pendapatan dan kekayaan nasional,
mereka berharap untuk menunjukkan pada kekuasaan tertinggi bahwa memungkinkan
untuk meningkatkan penerimaan pajak yang sangat tinggi dengan tingkat pajak
yang relatif rendah, dengan ketentuan bahwa semua properti dan barang yang
diproduksi merupakan subjek pajak dan setiap orang harus membayar, termasuk
tuan tanah baik yang kaum bangsawan maupun keturunan biasa. Tujuan ini terlihat
di Projet de dime royale-nya Vauban,
juga jelas di tulisan Boisguillebert dan King (walaupun hanya sedikit di
tulisan Petty).
Akhir abad 18 melihat usaha lebih lanjut
untuk mengukur pendapatan dan kekayaan, khususnya sekitar waktu Revolusi
Prancis. Antoine Lavoisier mempublikasikan estimasinya untuk tahun 1789 dalam
bukunya La Rhicesse territoriale du
Royaume de France (Kekayaan Teritori Atas Kerajaan Prancis), dipublikasikan
tahun 1791. Sistem pajak baru ini digunakan setelah Revolusi, yang menghentikan
hak istimewa kaum bangsawan dan menarik pajak atas semua properti, yang sangat
besar terinspirasi dari buku ini, yang telah digunakan secara luas untuk
mengestimasikan penerimaan yang diharapkan atas pajak baru.
Demikian pada abad 19, kekayaan nasional
diestimasikan berlipat ganda. Dari tahun 1870 sampai 1900, Robert Giffen secara
reguler memperbarui estimasinya atas modal saham nasional Inggris, yang dia
komparasikan dengan estimasi penulis lain (khususnya Patrick Colquhoun) dari
awal tahun 1800. Giffen merasa heran pada ukuran saham Inggris atas modal
industrial seperti saham atas aset asing yang diakuisisi sejak perang Napoleon,
yang jauh lebih besar daripada seluruh utang publik sebagai akibat perang. Di
Prancis pada sekitar waktu yang sama, Alfred de Foville dan Clément Colson
mempublikasikan estimasi “kekayaan nasional” dan “kekayaan privat,” dan,
seperti Giffen, kedua penulis ini juga merasa heran pada akumulasi yang banyak
atas modal privat selama abad 19. Ini jelas mencolok kepada siapa saja bahwa
nasib privat sangat makmur pada periode 1870-1914. Bagi para ekonom saat ini,
masalahnya adalah mengukur kekayaan tersebut dan mengkomparasikan negara-negara
berbeda (persaingan Prancis-Inggris tidak pernah jauh dari pemikiran mereka).
Sampai Perang Dunia I, estimasi kekayaan mendapat perhatian lebih besar
daripada estimasi pendapatan dan keluaran, dan juga ada yang lebih banyak dari
mereka, tidak hanya di Inggris dan Prancis tetapi juga di Jerman, Amerika
Serikat, dan kekuatan industri lainnya. Pada saat itu, menjadi ekonom berarti
yang utama adalah mampu mengestimasi modal nasional atas sebuah negara: hampir
menjadi sebuah ritual pengakuan.
Hal ini tidak lagi dilakukan sampai
periode antara dua perang dunia di mana akun nasional mulai mempertimbangkan
basis tahunan. Estimasi sebelumnya selalu fokus pada tahun-tahun yang
terisolasi, dengan estimasi berturut-turut dipisah oleh 10 tahun atau lebih,
seperti pada kalkulasi Giffen atas modal nasional Inggris pada abad 19. Pada
tahun 1930 kemajuan pada sumber statistik primer membuat seri tahunan pertama
atas pendapatan nasional menjadi memungkinkan. Hal ini secara umum kembali ke
permulaan abad 20 atau dekade akhir abad 19. Untuk Amerika Serikat digunakan
oleh Kuznets dan Kendrick, untuk Inggris oleh Bowley dan Clark, dan untuk
Prancis oleh Dugé de Bernonville. Setelah Perang Dunia II, kantor statistik
pemerintah menggantikan para ekonom dan mulai menyusun dan mempublikasikan data
tahunan resmi atas PDB dan pendapatan nasional. Seri resmi ini berlanjut hingga
saat ini.
Dikomparasikan dengan periode pra-Perang
Dunia I, bagaimanapun, data telah berubah secara keseluruhan. Dari tahun 1940
ke atas, motivasi primernya adalah untuk merespon trauma atas Great Depression, selama pemerintah
tidak memiliki estimasi tahunan yang dapat dipercaya atas keluaran ekonomis.
Oleh karena itu ada kebutuhan akan alat statistik dan politik untuk
mengendalikan ekonomi dengan tepat dan mencegah terjadinya bencana. Pemerintah
dengan demikian membutuhkan data tahunan atau bahkan kuartal atas keluaran dan
pendapatan. Estimasi kekayaan nasional, yang menjadi sesuatu yang bernilai
sebelum tahun 1914, sekarang menempati kursi belakang, khususnya setelah
kekacauan ekonomi dan politik pada tahun 1914-1945 membuat interpretasi
maknanya menjadi sulit. Secara spesifik, harga real estate dan aset keuangan jatuh ke tingkat yang sangat rendah,
begitu rendah sehingga modal privat terlihat menghilang. Pada tahun 1950 dan
1960, periode rekonstruksi, tujuan utama adalah mengukur pertumbuhan keluaran
yang luar biasa di banyak cabang industri.
Pada tahun 1990-2000, penghitungan
kekayaan hadir lagi di posisi depan. Para ekonom dan pemimpin politik sadar
bahwa kapitalisme keuangan abad 21 tidak bisa dianalisis dengan alat tahun 1950
dan 1960. Bekerja sama dengan bank sentral, agensi statistik pemerintah di
banyak negara maju menyusun dan mempublikasikan data seri tahunan atas aset dan
liabilitas dalam kelompok-kelompok berbeda, selain data pendapatan dan keluaran
biasa. Akun kekayaan ini tetap jauh dari sempurna: sebagai contoh, modal alam
dan kerusakan lingkungan tidak dihitung dengan baik. Akan tetapi,
merepresentasikan perkembangan nyata perubahan tingkat akun nasional dari awal
tahun pasca-perang, yang hanya berkaitan dengan pertumbuhan keluaran tanpa
henti. Ini adalah seri resmi yang saya gunakan di dalam buku ini untuk
menganalisis kekayaan agregat dan rasio modal/pendapatan mutakhir di
negara-negara kaya.
Sebuah kesimpulan atas sejarah singkat
atas penghitungan keuangan ini: akun nasional adalah konstruk sosial dalam
evolusi perpetual. Mereka selalu merefleksikan lebih dulu di era mereka
dihasilkan. Kita harus berhati-hati untuk tidak memuja angka-angka yang
dipublikasikan. Jika pendapatan nasional per kapita sebuah negara dikatakan
sebesar 30.000 euro, meskipun ini angka yang jelas, seperti semua statistik
ekonomi dan sosial, harus dipandang sebagai sebuah estimasi, sebuah konstruk,
dan bukan kepastian matematis. Sederhanya adalah sebuah estimasi terbaik yang
kita punya. Akun nasional merepresentasikan usaha yang paling konsisten,
sistematis untuk menganalisis aktivitas ekonomi suatu negara. Mereka harus
dipandang sebagai alat penelitian yang terbatas dan tidak sempurna, sebuah kompilasi
dan rangkaian data dari sumber-sumber yang sangat berbeda. Di semua negara
maju, akun nasional saat ini disusun oleh kantor statistik pemerintah dan bank
sentral dari neraca saldo dan akun buku keuangan dan nonkeuangan korporasi
bersamaan dengan banyak sumber dan survei statistik lainnya. Kita tidak
memiliki alasan untuk berpikir bahwa lembaga yang terlibat di sini tidak
melakukan upaya terbaiknya untuk mengenali inkonsistensi pada data untuk
mencapai estimasi terbaiknya. Asalkan kita menggunakan data ini dengan sikap
hati-hati dan semangat kritis dan melengkapinya dengan data lain jika ada
kesalahan atau kesenjangan (katakanlah, dalam urusan pajak), akun nasional ini
merupakan alat yang sangat dibutuhkan untuk mengestimasi pendapatan agregat dan
kekayaan.
Secara khusus, seperti yang akan saya
tunjukkan di Bagian Dua, kita dapat meletakkan bersama analisis evolusi
historis yang konsisten atas rasio modal/pendapatan dengan menyusun dan
mengkomparasikan secara teliti kekayaan nasional yang diestimasi oleh banyak
penulis dari abad 18 sampai awal abad 20 dan menghubungkan mereka dengan akun
modal resmi dari akhir abad 20 dan awal abad 21. Keterbatasan utama lainnya
atas akun nasional resmi, terlepas dari kekurangan mereka atas perspektif
historis, adalah mereka hanya memperhatikan agregat dan rata-rata dan bukan
distribusi dan kesenjangan. Oleh karena itu kita harus menggunakan sumber lain
untuk mengukur distribusi pendapatan dan kekayaan dan untuk mempelajari
kesenjangan. Akun nasional dengan demikian membentuk elemen penting pada
analisis kita, tetapi hanya jika dilengkapi dengan data historis dan
distribusi.
Distribusi Global Atas
Produksi
Saya mulai dengan memeriksa evolusi
distribusi global atas produksi, yang relatif diketahui mulai awal abad 19 ke atas.
Pada periode sebelumnya, estimasi lebih mendekati, tetapi kita tahu garis besar
secara luas, terima kasih yang besar khususnya untuk tulisan Angus Maddison,
terutama sejak pola keseluruhannya cenderung sederhana.
Dari tahun 1900 sampai 1980, 70-80
persen dari produksi global atas barang dan jasa terpusat di Eropa dan Amerika,
yang tidak dapat dibantah mendominasi seluruh dunia. Tahun 2010, bagian
Eropa-Amerika menurun sampai kira-kira 50 persen, mendekati tingkat yang sama
dengan tahun 1860. Pada semua probabilitas, ini akan terus turun dan dapat
menjadi sebesar 20-30 persen pada beberapa titik di abad 21. Ini adalah tingkat
yang dikelola pada abad 19 dan akan konsisten dengan bagian Eropa-Amerika atas
populasi dunia (lihat Gambar 1.1 dan 1.2).
GAMBAR
1.1. Distribusi keluaran dunia, 1700-2012
PDB
Eropa sebesar 47 persen dari PDB dunia di tahun 1913, turun menjadi 25 persen
di tahun 2012.
Sumber
dan seri: lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
GAMBAR
1.2. Distribusi populasi dunia, 1700-2012
Populasi
Eropa sebesar 26 persen dari populasi dunia di tahun 1913, turun menjadi 10
persen di tahun 2012.
Sumber
dan seri: lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
Dengan kata lain, posisi depan yang
dicapai oleh Eropa dan Amerika selama Revolusi Industri membuat mereka dapat
mengklaim bagian atas keluaran global yang dua sampai tiga kali lebih besar
dari bagian mereka atas populasi dunia karena keluaran per kapita mereka dua
sampai tiga kali lebih besar dari rata-rata global. Semua pertanda menunjukkan
bahwa fase divergensi pada keluaran per kapita sudah berakhir dan kita memulai
periode konvergensi. Fenomena “catch-up”
yang dihasilkan jauh dari yang sebelumnya, bagaimanapun (lihat Gambar 1.3).
Terlalu dini untuk memprediksi kapan ini akan berakhir, khususnya sejak
kemungkinan perubahan ekonomi dan/atau politik di Cina dan di tempat lain yang
jelas tidak bisa dikendalikan dengan regulasi.
GAMBAR
1.3. Kesenjangan global, 1700-2012: divergensi kemudian konvergensi?
PDB
per kapitan di Asia-Afrika meningkat dari 37 persen dari rata-rata dunia di
tahun 1950 menjadi 61 persen di tahun 2012.
Sumber
dan seri: lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
Dari Blok Benua ke Blok
Regional
Pola umum yang baru saja digambarkan
adalah seperti yang diketahui secara umum, namun beberapa poin perlu untuk
diklarifikasi dan diperjelas. Pertama, mengelompokkan Eropa dan Amerika sebagai
“Blok Barat” menyederhanakan penyajian tetapi sebagian besar artifisial. Eropa
mencapai keuntungan ekonomi maksimalnya pada Perang Dunia I, ketika dihitung
mendekati 50 persen dari keluaran global, dan menurun secara terus-menerus
sejak saat itu, sedangkan Amerika mencapai puncaknya di tahun 1950, ketika
dihitung mendekati 40 persen dari keluaran global.
Selanjutnya, Eropa dan Amerika dapat
dipecah menjadi dua subregional dengan kesenjangan yang tinggi: pusat yang
terlalu berkembang dan daerah pinggiran yang kurang berkembang. Berbicara lebih
luas, kesenjangan global paling bagus dianalisis dengan blok regional daripada
blok benua. Hal ini dapat dilihat lebih jelas di Tabel 1.1, yang menunjukkan
distribusi keluaran global di tahun 2012.
TABEL 1.1.
Distribusi PDB Dunia, 2012
Catatan: PDB dunia, diperkirakan dalam paritas daya beli, sekitar
71.200 milyar euro pada tahun 2012. Populasi dunia sekitar 7.050 milyar
penduduk, PDB per kapita sebesar 10.100 euro (ekuivalen dengan pendapatan
bulanan sekitar 760 euro per bulan). Semua angka dibulatkan ke puluhan atau
ratusan terdekat.
Sumber dan seri: Lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
Populasi planet ini mendekati 7 milyar
pada tahun 2012, dan keluaran global sedikit lebih dari 70 triliun euro,
sehingga keluaran global per kapita hampir mendekati 10.000 euro. Jika kita
kurangi 10 persen dari depresiasi modal dan dibagi 12, kita temukan bahwa
pendapatan per kapita per bulan sebesar 760 euro, yang merupakan cara lebih
jelas untuk memahaminya. Dengan kata lain, jika keluaran global dan pendapatan
dibagi rata, setiap individu di dunia akan memiliki penghasilan sekitar 760
euro per bulan.
Populasi Eropa sekitar740 juta, sekitar
540 juta dari mereka hidup sebagai warga Uni Eropa, yang memiliki keluaran per
kapita melebihi 27.000 euro per tahun. 200 juta orang lainnya hidup di Rusia
dan Ukraina, di mana keluaran per kapitanya sekitar 15.000 euro per tahun,
hampir 50 persen di atas rata-rata global. Uni Eropa sendiri cenderung
heterogen: 410 juta penduduknya hidup di tempat yang dulu disebut Eropa Barat,
tiga perempat dari mereka ada di lima negara, yaitu Jerman, Prancis, Britania
Raya, dan Spanyol dengan PDB per kapita rata-rata sebesar 31.000 euro per
tahun, sementara 130 juta penduduk lainnya tinggal di tempat yang dulu disebut
Eropa Timur dengan keluaran per kapita rata-rata sebesar 16.000 euro per tahun,
tidak terlalu berbeda dari blok Rusia-Ukraina.
Amerika juga bisa dibagi berdasarkan
regional yang berbeda yang bahkan lebih timpang daripada Eropa pusat dan
sekelilingnya: blok US-Kanada memiliki 350 juta penduduk dengan keluaran per
kapita sebesar 40.000 euro, sementara Amerika Latin memiliki 600 juta penduduk
dengan keluaran per kapita sebesar 10.000 euro, persis sama dengan rata-rata
dunia.
Sub-Saharan Afrika, dengan populasi 900
juta dan keluaran tahunan hanya 1,8 triliun euro (lebih kecil dari PDB Prancis
yaitu 2 triliun), secara ekonomi merupakan wilayah yang paling miskin di dunia,
dengan keluaran per kapita hanya 2.000 euro per tahun. India sedikit lebih
tinggi, sementara Afrika Selatan jauh lebih baik, dan Cina bahkan lebih baik
dari itu: dengan keluaran per kapita sebesar 8.000 euro per tahun, Cina pada
tahun 2012 tidak jauh di bawah rata-rata dunia. Keluaran per kapita tahunan
Jepang sama dengan negara-negara Eropa terkaya (sekitar 30.000 euro), tapi
populasinya hanya minoritas kecil dalam populasi Asia sehingga pengaruhnya
hanya sedikit terhadap rata-rata wilayah benua, yang dekat dengan Cina.
Kesenjangan Global:
Dari 150 Euro per Bulan Hingga 3.000 Euro per Bulan
Kesimpulannya, kisaran kesenjangan
global dari regional-regional dengan pendapatan per kapita sebesar 150-250 euro
per bulan (sub-Saharan Afrika, India) ke regional-regional dengan pendapatan
per kapita sebesar 2.500-3.000 euro per bulan (Eropa Barat, Amerika Utara,
Jepang), adalah sepuluh hingga dua puluh kali lebih tinggi. Rata-rata global,
yang kurang lebih sama dengan rata-rata Cina, adalah sekitar 600-800 euro per
bulan.
Besaran ini signifikan dan perlu
diingat. Ingatlah, bagaimana pun, margin error dalam penggambaran ini juga
perlu dipertimbangkan: selalu lebih sulit untuk mengukur kesenjangan antar
negara (atau antar periode yang berbeda) daripada di dalam negara itu sendiri.
Sebagai contoh, kesenjangan global akan
jauh lebih tinggi jika kita menggunakan nilai tukar saat ini daripada paritas
daya beli, seperti yang sudah saya lakukan sejauh ini. Untuk memahami apa
maksud kalimat ini, pertimbangkan dahulu nilai tukar euro/dollar. Pada tahun
2012, nilai euro sekitar $1,30 di pasar pertukaran uang asing. Orang Eropa
dengan pendapatan 1.000 euro per bulan bisa pergi ke bank dan menukarnya
sejumlah $1.300. Jika orang tersebut mengambil uangnya di Amerika Serikat untuk
dihabiskan, daya belinya adalah $1.300. Tetapi berdasarkan International
Comparison Program (ICP), harga di Eropa sekitar 10 persen lebih tinggi dari
harga di Amerika, sehingga jika orang Eropa yang sama menghabiskan uang yang
sama di Eropa, daya belinya akan mendekati pendapatan Amerika sebesar $1.200.
Maka dapat dikatakan bahwa $1,20 memiliki “paritas daya beli” sebesar 1 euro.
Saya lebih suka menggunakan paritas ini daripada nilai tukar untuk mengkonversi
PDB Amerika ke euro pada tabel 1.1, dan saya lakukan hal yang sama pada
negara-negara lain yang terdaftar. Dengan kata lain, kita mengkomparasi PDB
atas negara-negara yang berbeda berdasarkan daya beli aktual penduduknya yang
secara umum menghabiskan pendapatannya di rumah, bukan di luar negeri.
Keuntungan lain menggunakan paritas daya
beli adalah lebih stabil daripada nilai tukar. Memang, nilai tukar tidak hanya
merefleksikan penawaran dan permintaan atas barang dan jasa di negara-negara
yang berbeda tetapi juga perubahan mendadak dalam strategi investasi para
investor internasional dan memperkirakan stabilitas politik dan/atau keuangan
yang mudah berubah atas negara-negara ini, untuk tidak mengatakan perubahan
kebijakan moneter tidak dapat diprediksi. Karena itu, nilai tukar sangat tidak
stabil, secara sekilas fluktuasi dolar yang besar selama beberapa dekade lalu
akan diperlihatkan. Tingkat dolar/euro $1,30 per euro pada tahun 1990 menjadi
$0,90 pada tahun 2001 sebelum naik menjadi sekitar $1,50 pada tahun 2008 dan
kemudian turun ke $1,30 pada tahun 2012. Selama itu paritas daya beli euro naik
dari sekitar $1 per euro pada awal 1990 menjadi sekitar $1,20 pada tahun 2010
(lihat Gambar 1.4).
GAMBAR
1.4. Nilai tukar dan paritas daya beli: euro/dolar
Pada
tahun 2012, 1 euro sebesar $1,30 berdasarkan nilai tukar, tapi $1,20
berdasarkan paritas daya beli.
Sumber
dan seri: lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
Bagaimanapun estimasi dari organisasi
internasional termasuk ICP, tidak dapat dipungkiri bahwa fakta estimasi paritas
daya beli tidak menentu, dengan margin error 10 persen jika tidak lebih tinggi,
bahkan di antara negara-negara pada tingkat pembangunan yang sebanding. Sebagai
contoh, survei terbaru yang tersedia menunjukkan bahwa di saat harga di Eropa
(untuk energi, perumahan, hotel, dan restoran) memang lebih tinggi daripada
harga yang sebanding di Amerika, sektor lainnya jauh di bawah (untuk kesehatan
dan pendidikan, sebagai contoh). Secara teori, estimasi resmi semua harga
sesuai dengan berbagai barang dan jasa dalam anggaran setiap negara, tetapi
penghitungan tersebut jelas meninggalkan banyak ruang untuk kesalahan, terutama
karena sulitnya mengukur perbedaan kualitatif untuk banyak jasa. Dalam kasus
lain, sangat penting untuk ditekankan bahwa setiap indeks harga mengukur aspek
yang berbeda atas realitas sosial. Harga atas energi mengukur daya beli atas
energi (yang lebih tinggi di Amerika Serikat), sementara harga atas kesehatan
mengukur daya beli pada area tersebut (yang lebih tinggi di Eropa). Realitas
atas kesenjangan antar negara sangat multidimensional, dan salah untuk
mengatakan bahwa itu semua dapat digambarkan dengan indeks tunggal yang
mengarah ke klasifikasi yang tidak ambigu, khususnya antar negara dengan
pendapatan rata-rata yang sama.
Di negara-negara yang lebih miskin,
koreksi ini menunjukkan bahwa paritas daya beli bahkan lebih besar: di Afrika
dan Asia, harga-harga kurang lebih setengah dari harga-harga di negara-negara
kaya, sehingga PDB kurang lebih dua kali lipat ketika paritas daya beli
digunakan untuk perbandingan daripada nilai tukar pasar. Terutama hasil atas
fakta bahwa harga atas barang dan jasa yang tidak dapat diperdagangkan secara
internasional lebih rendah, karena biasanya merupakan relatif intensif tenaga
kerja dan meliputi relatif tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian (faktor
produksi yang relatif melimpah di negara-negara kurang berkembang), berbeda
dengan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan modal (yang relatif langka di negara-negara
kurang berkembang). Pada umumnya, semakin miskin negara, semakin besar koreksinya:
pada tahun 2012, koefisien koreksi adalah 1,6 di Cina dan 2,5 di India. Pada
momen ini, euro sebesar 8 yuan pada nilai tukar asing tapi hanya 5 yuan pada
paritas daya beli. Kesenjangan ini mengecil ketika Cina mengembangkan dan
merevaluasi nilai yuan (lihat Gambar 1.5). Beberapa penulis, termasuk Angus
Maddison, berargumen bahwa kesenjangan ini tidak sekecil yang mungkin disajikan
dalam statistik resmi internasional yang mengukur PDB China terlalu rendah.
GAMBAR
1.5. Nilai tukar dan paritas daya beli: euro/yuan
Pada
tahun 2012, 1 euro sebesar 8 yuan berdasarkan nilai tukar, tapi 5 yuan
berdasarkan paritas daya beli.
Sumber
dan seri: lihat piketty.pse.ens.fr/capital21c.
Karena ketidakpastian seputar nilai
tukar dan paritas daya beli, rata-rata pendapatan per kapita bulanan yang
dibahas sebelumnya (150-250 euro untuk negara yang paling miskin, 600-800 euro
untuk negara yang sedang, dan 2.500-3.000 euro untuk negara yang paling kaya)
harus dianggap sebagai perkiraan daripada sebagai kepastian matematis. Sebagai
contoh, bagian negara-negara kaya (Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan
Jepang) pada pendapatan global adalah 46 persen pada tahun 2012 jika kita
menggunakan paritas daya beli tapi 57 persen jika kita menggunakan nilai tukar
saat ini. “Kebenaran”-nya mungkin terletak di antara dua gambaran ini dan
mungkin lebih dekat dengan yang pertama. Tetap saja, besarannya tetap sama,
seperti halnya fakta bahwa bagian negara-negara kaya secara stabil turun sejak
tahun 1970. Terlepas dari pengukuran apa yang digunakan, dunia jelas memasuki
tahap di mana negara kaya dan negara miskin konvergen dalam pendapatan.
Distribusi Pendapatan
Global Lebih Timpang Daripada Distribusi Keluaran
Untuk menyederhanakan eksposisinya,
sejauh ini telah diasumsikan bahwa pendapatan nasional setiap benua atau
regional sama dengan produk domestiknya: pendapatan bulanan dalam Tabel 1.1
diperoleh secara sederhana dengan mengurangi 10 persen dari PDB (untuk
menghitung depresiasi modal) dan dibagi 12.
Faktanya, menyamakan pendapatan dan
keluaran hanya valid pada tingkat global dan tidak pada tingkat nasional atau benua.
Secara umum, distribusi pendapatan global lebih timpang daripada distribusi
keluaran, karena negara-negara dengan keluaran per kapita tertinggi juga
memiliki bagian atas modal di negara lain dan oleh karena itu menerima arus
positif dari modal yang berasal dari negara-negara dengan tingkat keluaran per
kapita lebih rendah. Dengan kata lain, negara-negara kaya itu kaya dua kali
lipat: mereka lebih banyak memproduksi di rumah dan investasi di luar negeri,
sehingga pendapatan nasional per kepala lebih tinggi daripada keluaran per
kepala. Kebalikannya juga berlaku untuk negara-negara miskin.
Lebih spesifik, semua negara maju
(Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, dan Inggris) saat ini menikmati
tingkat pendapatan nasional yang sedikit lebih besar dari produk domestik
mereka. Seperti yang sudah disampaikan, bagaimanapun, pendapatan bersih dari
luar negeri hanya sedikit positif dan tidak mengubah standar hidup di
negara-negara ini secara radikal. Jumlahnya sekitar 1 atau 2 persen dari PDB di
Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris dan 2-3 persen dari PDB di Jepang dan
Jerman. Hal ini merupakan dorongan yang signifikan untuk pendapatan nasional,
terutama untuk Jepang dan Jerman, yang surplus perdagangannya memungkinkan
mereka untuk mengakumulasi selama beberapa dekade cadangan substansial atas
modal asing, yang pengembaliannya cukup besar saat ini.
Sekarang saya beralih dari negara-negara
terkaya yang diambil secara individual ke blok benua yang diambil secara
keseluruhan. Apa yang kita temukan di Eropa, Amerika, dan Asia mendekati
ekuilibrium: negara-negara kaya di setiap blok (umumnya di utara) menerima arus
positif dari pendapatan atas modal yang sebagian merupakan arus keluar dari
negara lain (umumnya di selatan dan timur), sehingga pada tingkat benua, total
pendapatan hampir sama dengan total keluaran, umumya 0,5 persen.
Satu-satunya yang tidak berada dalam
ekuilibrium adalah Afrika, di mana bagian substansial atas modal dimiliki oleh
asing. Berdasarkan data neraca pembayaran yang disusun sejak tahun 1970 oleh
PBB dan organisasi internasional lainnya seperti Bank Dunia dan IMF, pendapatan
Afrika kurang lebih 5 persen lebih rendah daripada keluaran benua (dan paling
tinggi 10 persen lebih rendah dari negara-negara secara individual). Dengan
pendapatan modal sekitar 30 persen, ini berarti hampir 20 persen modal Afrika
dimiliki oleh asing: ingat pemegang saham tambang platinum Marikana yang
dibahas di awal bab ini.
Penting untuk menyadari apa arti angka
tersebut dalam praktik. Sejak beberapa jenis kekayaan (seperti perumahan real estate dan modal pertanian) jarang
dimiliki oleh investor asing, itu berarti bahwa modal asing atas modal
manufaktur Afrika dapat melebihi 40-50 persen dan mungkin lebih tinggi pada
sektor lain. Terlepas dari kenyataan bahwa banyak ketidaksempurnaan dalam data
neraca pembayaran, kepemilikan asing jelas merupakan kenyataan penting di
Afrika saat ini.
Jika kita melihat masa lalu lebih jauh
lagi, kita akan menemukan lebih banyak lagi ketidakseimbangan internasional.
Pada saat menjelang Perang Dunia I, pendapatan nasional Inggris Raya, investor
dunia, kurang lebih 10 persen di atas produk domestik. Rentangnya lebih dari 5
persen di Prancis, kekuasaan kolonial dan investor global nomor dua, dan Jerman
adalah yang ketiga, karena dengan sektor industri yang sangat maju
mengakumulasi klaim besar di seluruh dunia. Investasi Inggris, Prancis, dan
Jerman ada di negara-negara Eropa lainnya dan Amerika Serikat dan sebagian di
Asia dan Afrika. Secara keseluruhan, kekuasaan Eropa pada tahun 1913 memiliki
sekitar sepertiga hingga setengah modal domestik Asia dan Afrika dan lebih dari
tiga perempat modal industri mereka.
Kekuatan Apa yang Mendorong
Konvergensi?
Secara teori, fakta bahwa negara-negara
kaya memiliki modal di negara-negara miskin dapat memiliki efek yang baik
dengan mempromosikan konvergensi. Jika negara-negara kaya begitu bersemangat
dengan tabungan dan modal maka hanya sedikit alasan untuk membangun perumahan
atau menambah mesin baru (dalam hal ini para ekonom mengatakan bahwa
“produktivitas marginal atas modal”, yaitu, keluaran tambahan karena
menambahkan satu unit modal baru “pada margin”, sangat rendah), ini dapat
menjadi efisien secara kolektif untuk menginvestasikan sebagian tabungan
domestik ke negara-negara luar negeri yang lebih miskin. Jadi negara-negara
kaya – atau penduduk dari negara kaya – akan mendapatkan pengembalian atas
investasi yang lebih baik dengan berinvestasi ke luar negeri, dan negara-negara
miskin akan meningkatkan produktivitasnya sehingga menutup rentang antara
mereka dengan negara-negara kaya. Berdasarkan teori ekonomi klasik, mekanisme
ini, berdasarkan arus modal bebas dan pemerataan produktivitas marjinal atas
modal pada tingkat global, pasti mengarah pada konvergensi negara-negara kaya
dan miskin dan akhirnya mengurangi kesenjangan melalui kekuatan pasar dan
persaingan.
Teori yang optimis ini memiliki dua
kesalahan besar, bagaimanapun. Pertama, dari sudut pandang yang sangat logis,
mekanisme pemerataan tidak menjamin konvergensi global pendapatan per kapita.
Hanya bisa membuat konvergensi keluaran per kapita, dengan asumsi mobilitas
modal sempurna dan, bahkan lebih penting, total kesetaraan tingkat keahlian dan
modal manusia antar negara. Dalam banyak kasus, kemungkinan konvergensi per
kepala tidak berarti konvergensi pendapatan per kepala. Setelah negara-negara
kaya melakukan investasi di negara-negara tetangganya yang lebih miskin, mereka
akan semakin memiliki negara-negara tersebut tanpa batas, dan memang bagian
dari kepemilikannya dapat tumbuh dalam proporsi yang besar, sehingga pendapatan
nasional per kapita di negara-negara kaya secara permanen lebih besar dari
negara-negara miskin, yang harus terus membayar kepada asing atas apa yang
dihasilkan oleh penduduknya (seperti yang dilakukan negara-negara Afrika selama
beberapa dekade). Untuk menentukan seberapa besar kemungkinan situasi semacam
ini muncul, kita harus membandingkan tingkat pengembalian atas modal yang harus
dibayar oleh negara-negara miskin kepada negara-negara kaya dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi negara kaya dan negara miskin. Sebelum melanjutkan ke sini,
kita sudah memiliki pemahaman yang lebih baik atas dinamika rasio
modal/pendapatan dalam suatu negara tertentu.
Lebih jauh lagi, jika kita melihat
catatan sejarah, tidak tampak bahwa mobilitas modal telah menjadi faktor utama
yang mendorong konvergensi negara-negara kaya dan miskin. Tidak satu pun
negara-negara Asia yang mendekati negara-negara maju di Barat dalam beberapa
tahun terakhir mendapatkan manfaat dari investasi luar negeri yang besar, baik
itu di Jepang, Korea Selatan, atau Taiwan dan belakangan ini Cina. Intinya,
semua negara ini membiayai kebutuhan investasi dalam modal fisik dan, bahkan
lebih banyak, dalam modal manusia, yang oleh riset terbaru dianggap memegang
kunci pertumbuhan jangka panjang. Sebaliknya, negara-negara yang dimiliki oleh
negara lain, baik pada periode kolonial maupun di Afrika saat ini, kurang
berhasil, terutama karena mereka cenderung mengkhususkan diri pada bidang tanpa
prospek pengembangan di masa depan dan karena mereka mengalami ketidakstabilan
politik yang kronis.
Sebagian alasan atas ketidakstabilan
tersebut adalah sebagai berikut. Ketika negara sebagian besar dimiliki oleh
asing, ada permintaan sosial yang terus berulang untuk pengambilalihan. Aktor
politik lain jika menanggapi investasi dan pengembangan hanya mungkin jika
properti yang ada terlindungi secara tidak bersyarat. Negara ini terperangkap
dalam pergantian terus-menerus antara pemerintahan revolusioner (yang sukses
meningkatkan kondisi kehidupan aktual bagi rakyatnya seringkali hanya sedikit)
dan pemerintah berdedikasi untuk perlindungan bagi pemilik properti yang ada,
dengan demikian membuka peluang untuk revolusi atau kudeta selanjutnya.
Kesenjangan kepemilikan modal sendiri sudah sangat sulit untuk diterima dan berlangsung
secara damai dalam satu komunitas nasional. Secara internasional, hampir tidak
mungkin untuk mempertahankannya tanpa dominasi politik kolonial.
Jangan salah: partisipasi dalam ekonomi
global tidak negatif. Autarki tidak pernah mempromosikan kemakmuran. Negara-negara
Asia yang belakangan ini mengejar seluruh dunia telah mendapatkan manfaat yang
jelas dari keterbukaan atas pengaruh asing. Tapi mereka mendapatkan manfaat
lebih besar dari membuka pasar untuk barang dan jasa dan syarat-syarat
perdagangan yang lebih menguntungkan daripada arus modal bebas. Cina, misalnya,
masih memaksakan kontrol terhadap modal: asing tidak bisa investasi ke dalam
negeri dengan bebas, tetapi itu tidak menghambat akumulasi modal, untuk
tabungan domestik yang cukup besar. Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan semua
investasi keuangan diperoleh dari tabungan. Banyak juga studi yang menunjukkan
bahwa keuntungan dari perdagangan bebas terutama datang dari difusi pengetahuan
dan dari keuntungan produktivitas yang diperlukan dengan membuka batas, bukan
dari keuntungan statis atas spesialisasi, yang tampak cukup sederhana.
Singkatnya, pengalaman sejarah
menunjukkan bahwa mekanisme utama untuk konvergensi di tingkat internasional
maupun domestik adalah difusi pengetahuan. Dengan kata lain, negara yang miskin
mengejar yang kaya untuk mencapai tingkat pengetahuan, keahlian, dan pendidikan
yang sama, bukan dengan menjadi properti bagi negara kaya. Difusi pengetahuan
tidak seperti roti manna dari surga: sering disebut sebagai keterbukaan dan
perdagangan internasional (autarki tidak mendorong transfer teknologi). Di atas
semuanya, difusi pengetahuan tergantung pada kemampuan suatu negara untuk
memobilisasi pembiayaan dan institusi yang mendorong investasi dalam skala
besar dalam pendidikan dan pelatihan populasi sambil menjamin kerangka kerja
hukum yang stabil yang dapat diandalkan oleh berbagai aktor ekonomi. Oleh sebab
itu, terkait erat dengan pencapaian pemerintah yang sah dan efisien. Singkat
kata, ini adalah pelajaran utama yang harus diajarkan sejarah tentang
pertumbuhan global dan kesenjangan internasional.