Belakangan
ini di dunia musik Indonesia sedang populer istilah musik “folk” yang dianggap
sebagai sebuah “genre” yang sedang
naik daun. Tapi anehnya adalah beberapa teman saya yang suka mendengar lagu –
yang dianggapnya – folk itu ternyata juga tidak begitu mengerti apa itu musik
folk. Kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa musik folk adalah musik/lagu
(untuk tulisan ini saya menyejajarkan istilah “musik” dan “lagu” untuk tujuan
memudahkan pembaca, meskipun pada dasarnya musik dan lagu masing-masing
memiliki arti yang berbeda) yang secara sederhana diiringi oleh gitar akustik
atau instrumen musik analog dengan lirik-lirik yang – dianggap – puitis dan
dimainkan oleh para folky macam
artis-artis indie yang saat ini menjamur. Anggapan umum ini seolah mendapat
legitimasi dengan adanya acara festival musik bertajuk “Folk Music Festival”
yang beberapa kali sudah digelar dengan menampilkan artis-artis indie tersebut (terakhir festival ini
digelar di Batu tahun 2017 ini). Itulah alasan mengapa pengertian musik folk
menjadi semakin tidak jelas!
Musik
folk tentunya lebih dari sekedar itu. Hanya karena si artis tersebut memainkan
lagu-lagu yang puitis dengan instrumen musik analog bukan berarti secara
otomatis itu adalah musik folk! Memang definisi musik folk sendiri telah lama
diperdebatkan dan ada banyak ragam dari musik folk tersebut, tapi setidaknya
lewat “A Folk Song History of America” (1984), Samuel L. Forcucci membuat
beberapa indikator sebuah lagu dapat dikatakan sebagai lagu folk, yaitu: (1)
merepresentasikan ekspresi musikal dari masyarakat (dalam suatu komunitas
tertentu); (2) cenderung sebagai lagu yang di-create, bukan di-compose;
(3) biasanya dibuat oleh anonim; (4) kata-kata yang digunakan dalam liriknya
adalah istilah dalam percakapan sehari-hari; (5) sangat mudah dinyanyikan
(singable) oleh orang-orang dalam komunitas tersebut; (6) strukturnya sederhana
baik secara musikal maupun verbal; (7) dapat ditampilkan secara efektif
meskipun tidak diiringi oleh instrumen musik.
Saya
menduga konsumen awam belum mengerti bahwa indikator-indikator tersebut
setidaknya terpenuhilah oleh sebuah lagu sehingga bisa diberi label lagu folk
atau lagu rakyat yang juga biasa disebut sebagai world music (saya lebih suka istilah musik folk tradisional dan
musik ini berbeda dengan musik klasik). Musik folk tradisional ini adalah
musiknya masyarakat kelas pekerja sehingga musiknya cenderung sederhana dan
mudah untuk dinyanyikan/dimainkan tanpa keahlian musik yang mahir secara
teknis, serta lirik-lirik lagunya selain tentang kisah cinta dan kehidupan,
bisa juga kuat dengan protes dan semangat-semangat pergerakan. Salah satu
contoh lagu folk tradisional adalah lagu yang berjudul “Down by the Riverside”
(saya ambil contoh lagu folk Amerika karena dari sanalah istilah musik folk ini
terdapat banyak perkembangan). Silakan langsung dengar lagunya!
Musik
folk tradisional ini karena merepresentasikan ekspresi musikal suatu komunitas
tertentu, maka terdapat musik folk tradisional yang berbeda-beda sesuai dengan
keunikan komunitas-komunitas tempat musik tersebut diproduksi. Kemudian apakah
lagu-lagu Monita Tahalea, AriReda, Bin Idris, Iksan Skuter, Payung Teduh,
Silampukau, FLOAT, Stars and Rabbit, Danilla Riyadi, Jason Ranti, Pagi Tadi,
Sandrayati Fay, Manjakani, Irine Sugiarto, dan para folky pengisi acara Folk Music Festival yang diadakan di INDONESIA itu
merepresentasikan ekspresi musikal masyarakat Indonesia? Apakah musik tersebut
merupakan musik masyarakat kelas pekerja Indonesia atau justru kaum pemuda
borju (hits) ala Jabodetabek?
Baiklah,
musik folk di Amerika yang awalnya musik folk tradisional itu setelah terjadi Folk
Music Revival sekitar tahun 1960 memang menjadi musik folk kontemporer macam
musik yang disajikan oleh Bob Dylan, Doc Watson, Bill Monroe, Phil Ochs, Joan
Baez, dan lain-lain. Saya menduga musik folk kontemporer Amerika inilah yang
dijadikan acuan oleh penyelenggara-penyelenggara acara macam Folk Music
Festival ini untuk mengabsahkan jenis musik artis-artis yang diundang untuk
manggung di acaranya sebagai musik folk (Indonesia?). Tapi hal yang paling aneh
dari semua hal menggelikan dalam fenomena fak
fok fak fok yang kurang jelas konteks geografisnya ini adalah penyanyi
macam Via Vallen (yang menurut saya lebih merepresentasikan ekspresi musikal
masyarakat) tidak ada yang diundang!
Nah kan, udah gak betah, akhirnya keluar juga bisulnya
BalasHapusWkwkwkkw
Mantap
BalasHapusMas ... mas Han... Jadi in aku legenda folk dong...
BalasHapusHiduplah indonesia raya... \m/
BalasHapus