esok belum pasti aku 'kan perlu bernyanyi

Kamis, 19 Oktober 2017

,

Fak Fok Fak Fok!



Belakangan ini di dunia musik Indonesia sedang populer istilah musik “folk” yang dianggap sebagai sebuah “genre” yang sedang naik daun. Tapi anehnya adalah beberapa teman saya yang suka mendengar lagu – yang dianggapnya – folk itu ternyata juga tidak begitu mengerti apa itu musik folk. Kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa musik folk adalah musik/lagu (untuk tulisan ini saya menyejajarkan istilah “musik” dan “lagu” untuk tujuan memudahkan pembaca, meskipun pada dasarnya musik dan lagu masing-masing memiliki arti yang berbeda) yang secara sederhana diiringi oleh gitar akustik atau instrumen musik analog dengan lirik-lirik yang – dianggap – puitis dan dimainkan oleh para folky macam artis-artis indie yang saat ini menjamur. Anggapan umum ini seolah mendapat legitimasi dengan adanya acara festival musik bertajuk “Folk Music Festival” yang beberapa kali sudah digelar dengan menampilkan artis-artis indie tersebut (terakhir festival ini digelar di Batu tahun 2017 ini). Itulah alasan mengapa pengertian musik folk menjadi semakin tidak jelas!
Musik folk tentunya lebih dari sekedar itu. Hanya karena si artis tersebut memainkan lagu-lagu yang puitis dengan instrumen musik analog bukan berarti secara otomatis itu adalah musik folk! Memang definisi musik folk sendiri telah lama diperdebatkan dan ada banyak ragam dari musik folk tersebut, tapi setidaknya lewat “A Folk Song History of America” (1984), Samuel L. Forcucci membuat beberapa indikator sebuah lagu dapat dikatakan sebagai lagu folk, yaitu: (1) merepresentasikan ekspresi musikal dari masyarakat (dalam suatu komunitas tertentu); (2) cenderung sebagai lagu yang di-create, bukan di-compose; (3) biasanya dibuat oleh anonim; (4) kata-kata yang digunakan dalam liriknya adalah istilah dalam percakapan sehari-hari; (5) sangat mudah dinyanyikan (singable) oleh orang-orang dalam komunitas tersebut; (6) strukturnya sederhana baik secara musikal maupun verbal; (7) dapat ditampilkan secara efektif meskipun tidak diiringi oleh instrumen musik.
Saya menduga konsumen awam belum mengerti bahwa indikator-indikator tersebut setidaknya terpenuhilah oleh sebuah lagu sehingga bisa diberi label lagu folk atau lagu rakyat yang juga biasa disebut sebagai world music (saya lebih suka istilah musik folk tradisional dan musik ini berbeda dengan musik klasik). Musik folk tradisional ini adalah musiknya masyarakat kelas pekerja sehingga musiknya cenderung sederhana dan mudah untuk dinyanyikan/dimainkan tanpa keahlian musik yang mahir secara teknis, serta lirik-lirik lagunya selain tentang kisah cinta dan kehidupan, bisa juga kuat dengan protes dan semangat-semangat pergerakan. Salah satu contoh lagu folk tradisional adalah lagu yang berjudul “Down by the Riverside” (saya ambil contoh lagu folk Amerika karena dari sanalah istilah musik folk ini terdapat banyak perkembangan). Silakan langsung dengar lagunya!
Musik folk tradisional ini karena merepresentasikan ekspresi musikal suatu komunitas tertentu, maka terdapat musik folk tradisional yang berbeda-beda sesuai dengan keunikan komunitas-komunitas tempat musik tersebut diproduksi. Kemudian apakah lagu-lagu Monita Tahalea, AriReda, Bin Idris, Iksan Skuter, Payung Teduh, Silampukau, FLOAT, Stars and Rabbit, Danilla Riyadi, Jason Ranti, Pagi Tadi, Sandrayati Fay, Manjakani, Irine Sugiarto, dan para folky pengisi acara Folk Music Festival yang diadakan di INDONESIA itu merepresentasikan ekspresi musikal masyarakat Indonesia? Apakah musik tersebut merupakan musik masyarakat kelas pekerja Indonesia atau justru kaum pemuda borju (hits) ala Jabodetabek?
Baiklah, musik folk di Amerika yang awalnya musik folk tradisional itu setelah terjadi Folk Music Revival sekitar tahun 1960 memang menjadi musik folk kontemporer macam musik yang disajikan oleh Bob Dylan, Doc Watson, Bill Monroe, Phil Ochs, Joan Baez, dan lain-lain. Saya menduga musik folk kontemporer Amerika inilah yang dijadikan acuan oleh penyelenggara-penyelenggara acara macam Folk Music Festival ini untuk mengabsahkan jenis musik artis-artis yang diundang untuk manggung di acaranya sebagai musik folk (Indonesia?). Tapi hal yang paling aneh dari semua hal menggelikan dalam fenomena fak fok fak fok yang kurang jelas konteks geografisnya ini adalah penyanyi macam Via Vallen (yang menurut saya lebih merepresentasikan ekspresi musikal masyarakat) tidak ada yang diundang!

4 komentar: